Minggu, 16 Februari 2014

menuju kehidupan abadi


lahir hidup mati....

















Rupa rupa














kutipan bagus dari blog maaf nama lupa



DASA AKSARA
OM SWASTYASTU OM AWIGHNAM ASTU NAMA SIDHAM

Semoga tiada halangan.
Ini merupakan wejangan yang teramat mulia, diceritakan dalam setiap tubuh manusia terdapat hurup – urup yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa - dewa dari hurup suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’. Dasa aksara merupakan sepuluh hurup utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya dan sangat erat hubungannya dengan Dewata nawa Sanga.  Dari sepuluh hurup bersatu menjadi panca brahma (lima hurup suci untuk menciptakan dan menghancurkan), panca brahma menjadi tri aksara(tiga hurup), tri aksara menjadi eka aksara (satu hurup). Ini hurupnya: “OM”. Bila sudah hafal dengan pengucapan hurup suci tersebut agar selalu di ingat dan diresapi, karena ini merupakan sumber dari kekuatan alam semesta yang terletak didalam tubuh kita (bhuana alit) ataupun dalam jagat raya ini (bhuana agung) .

Begini caranya menyatukan ataupun menempatkan sang hyang dasa aksara dalam badan ini.
Yang pertama sang hyang sandhi reka yang terletak dalam badan kita ini. Beliau bertapa-beryoga sehingga beliau menjelma menjadi sang hyang eka jala resi. Sang hyang eka jala rsi beryoga muncul sang hyang ketu dan sang hyang rau. Sang hyang rau menciptakan kala (waktu), kegelapan, niat jahat yang sangat banyak, sedangkan sang hyang ketu menciptakan tiga aksara yang sangat berguna, diantaranya wreasta (ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, ma, ga, ba, nga, pa, ja, ya, nya), beserta swalalita dan modre. Sehingga jumlah hurupnya adalah dua puluh hurup. Aksara modre bersatu dengan sembilan hurup wreasta yaitu dari ha –wa, yang kemudian disebut dasa sita. Aksara swalelita, bersatu dengan sembilan hurup wreasta lainnya yaitu dari la – nya, yang kemudian disebut ‘dasa sila’ dan ‘dasa bayu’. Bertemu ketiga induk dari aksara suci tersebut; dasa sita, dasa sila, dasa bayu menjadi ‘dasa aksara’.

Kedelapan belas aksara ini dapat dirangkaikan menjadi suatu kalimat untuk memudahkan menghapalkannya, yakni: Hana caraka gata mangaba sawala pada jayanya. Artinya: ada (dua orang) hamba berpengalaman membawa surat, sama perwiranya. Tetapi ada pula yang menulis aksara ini sebagai berikut: Hana caraka dhata sawala pada jayanya magabathanga. Artinya: Ada (dua) prajurit berkelahi, sama saktinya (akhirnya) keduanya menjadi mayat.
Kedelapan belas aksara ini merupakan wreastra, yakni aksara yang tampak dan dapat diajarkan kepada siapa saja. Sedangkan aksara yang tidak tampak yang terdiri atas dua buah aksara disebut swalalita yaitu Ah dan Ang; merupakan aksara yang tidak boleh diajarkan kepada sembarang orang. Kedua aksara swalalita ini dilengkapi dengan pangangge sastra, yaitu kelengkapan aksara berupa ardha-candra berbentuk bulan sabit, windu yang melambangkan matahari berbentuk bulatan dan nada melambangkan bintang yang dilukis sebagai segi tiga. Ketiga pangangge sastra ini sering dipasangkan dengan aksara huruf hidup: a, i, u, e, o sehingga dibaca menjadi: ang, eng, ing, ong, dan ung. Suku kata ini disebut: ang-kara, eng-kara, ing-kara, ong-kara, dan ung-kara. Bentuk seperti ini disebut modre. Kelengkapan ketiga aksara swalalita ini sering dihubungkan dengan kekuatan dan simbol dari dewa, sehingga bentuk windu adalah lambang agni, Dewa Brahma, sama dengan aksara Ang. Bentuk ardha-candra adalah lambang air, Dewa Wisnu sama dengan aksara Ung. Dan bentuk nada adalah lambang udara, Dewa Siwa sama dengan aksara Mang. Ketiga aksara ini jika disatukan akan menjadi Ang-Ung-Mang atau A-U-M yang dibaca Aum atau Om. Di Bali diucapkan Ong. Aksara Ong-kara inilah sumber dari semua aksara, sehingga disebut wija-aksara, aksara yang maha suci, lambang Dewa Trimurti.

Kedudukan kedelapan belas aksara Bali tersebut di dalam tubuh manusia atau bhuana alit adalah sebagai berikut:
  1. Ha di ubun-ubun
  2. Na di antara kedua alis
  3. Ca di dalam kedua mata
  4. Ra di kedua telinga
  5. Ka di dalam hidung
  6. Da di dalam mulut
  7. Ta di dalam dada
  8. Sa di tangan (lengan) kanan
  9. Wa di tangan (lengan) kiri
  10. La di hidung
  11. Ma di dalam dada kanan
  12. Ga di dalam dada kiri
  13. Ba di pusar
  14. Nga di dalam alat kelamin
  15. Pa di dalam pantat (anus)
  16. Ja di kedua tungkai (kaki)
  17. Ya di tulang belakang
  18. Nya di tulang ekor

Kelengkapan atau pangangge aksara mempunyai kedudukan atau tempat pula di dalam tubuh manusia, yakni:
  1. Ulu di kepala (dalam otak)
  2. Taling di hidung
  3. Surang di rambut
  4. Nania di lengan (tangan)
  5. Wisah di telinga
  6. Pepet di batok kepala
  7. Cecek di lidah
  8. Guwung di kulit
  9. Suku di tungkai (kaki)
  10. Carik di persendian
  11. Pamada di alur jantung
ini merupakan maksud/arti dari sastra wreastra, dibaca dari belakang. diantaranya;
  • nyaya, berarti sang Hyang Pasupati, tuhan
  • japa, berarti sang hyang mantra,
  • ngaba, berarti Sang Hyang guna,
  • gama, berarti kekal, abadi,
  • lawa, berarti manusia
  • sata, berarti hewan dan binatang
  • daka, berarti pendeta, nabi, orang suci
  • raca, berarti tumbuhan
  • naha, berarti moksa, nirvana

ini pertemuan sastra yang delapan belas (wreastra) , bertemu ujung dengan pengkalnya menjadi dasa aksara, diantaranya;
  • hanya menjadi sa
  • naya menjadi na
  • caja menjadi ba
  • rapa menjadi ma
  • kanga menjadi ta
  • da ba menjadi si
  • ta ga menjadi a
  • sa ma menjadi wa
  • wala menjadi i & ya
begini cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan, yang merupakan linggih (stana dewata nawa Sanga) di dalam tubuh manusia, diantaranya;
  • sa ditempatkan di jantung, dewa Iswara.
  • ba ditempatkan di hati, dewa Brahma.
  • ta ditempatkan di ginjal, dewa Mahadewa.
  • a ditempatkan di empedu, dewa Wisnu.
  • I ditempatkan di dasar hati, dewa Siwa.
  • na ditempatkan di paru - paru, dewa Maheswara.
  • ma ditempatkan di usus halus, dewa Rudra.
  • si ditempatkan di limpa, dewa Sangkara.
  • wa ditempatkan di pancreas, dewa Sambhu.
  • ya ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa.
Ada pula yang memberikan ulasan tentang dasa aksara ini bahwa setiap aksara itu mempunyai arti sendiri-sendiri, yaitu:
  • Sa berarti satu
  • Ba berarti bayu
  • Ta berarti tatingkah
  • A berarti awak
  • I berarti idep
  • Nama berarti hormat
  • Siwa berarti Siwa
  • Ya berarti yukti

Dengan pengertian seperti itu, maka arti dari dasa aksara ini adalah orang yang mempunyai tingkah laku dan pikiran (idep) yang luhur saja yang mampu mempergunakan beyu kekuatan dari Siwa. Dengan menyatukan tingkah laku dan pikirannya dia akan mampu mempergunakan dasa bayu untuk kesehjateraan buana alit dan buana agung.

Dasa aksara tersebut terbentuk dari dua jenis aksara suci, yaitu panca tirta dan panca brahma.
yang disebut panca tirta, adalah sebagai berikut:
  1. sang sebagai tirta sanjiwani, untuk pangelukatan (membersihkan).
  2. Bang sebagai tirta kamandalu, untuk pangeleburan (menghancurkan).
  3. Tang merupakan tirta kundalini, utuk pemunah (menghilangkan).
  4. Ang merupakan tirta mahatirta, untuk kasidian (agar sakti).
  5. Ing merupakan tirta pawitra, untuk pangesengan (membakar).
Ini yang dikatakan panca brahma, berada dalam diri manusia. Ini aksaranya;
  1. Nang disimpan di suara.
  2. Mang disimpan di tenaga
  3. Sing disimpan di hati/perasaan
  4. Wang disimpan di pikiran
  5. Yang disimpan di nafas.
 Kemudian balikkan hurup tersebut:
  1. Yang disimpan di jiwa
  2. Wang disimpan di guna/aura
  3. Sing disimpan di pangkal tenggorokan
  4. Mang disimpan di lidah
  5. Nang disimpan di mulut
Bila Dasa aksara diringkas, aksara yang ada di panca tirtha dipasangkan dengan aksara panca brahma akan muncul Sang Hyang Panca Aksara. Inilah panca aksara tersebut:

Sa + Na menjadi Mang
Ba + Ma menjadi Ang
Ta + Si menjadi Ong
A + Wa menjadi Ung
I + Ya menjadi Yang

panca brahma dan panca tirta diringkas menjadi tri aksara (a, u, ma).
Setelah itu baru turun arda candra (bulan sabit), windu (lingkaran) dan nada (titik). Baru boleh di ucapkan sang, bang, tang, ang, ing, nang, mang, sing, wang, yang.
Jika panca tirtha digabung dengan panca brahma ditambah dengan tri aksara dan eka aksara akan terjadi catur dasa aksara. Catur dasa aksara ini terdiri atas: sa-ba-ta-a-i ditambah na-ma-si-wa-ya, serta digabung dengan ang-ung-mang dan ong-kara yang erat kaitannya dengan catur-dasa-bayu, suatu kekuatan yang ada di dalam buana alit dan buana agung, yang memungkinkan manusia dan dunia hidup dengan wajar.
Ini menyimpan Rwa bhineda (dua sisi dunia), ini suaranya; Ong Ung.
  • Ong di hati putih, ung di hati hitam.
  • Ung di empedu, ong di pankreas.
  • Ong di dubur, ung di usus.
lafalkan aksara tersebut lalu letakkan dalam tubuh kita dan alam semesta. Ini rangkuman intisari dari sastra yang berjumlah lima hurup, yang digunakan untuk memuja tuhan, memanggil, menghaturkan persembahan, memohon anugrah dari tuhan YME, diantaranya:
  • mantra untuk memuja tuhan, Mang Ang Ong Ung Yang.
  • mantra untuk memanggil agar tuhan berkenan hadir, Ang Ong Ung Yang Mang 
  • mantra untuk mempersembahan sesajen jamuan dari kita, Ong Ung Yang Mang Ang 
  • mantra untuk memohon anugrah dari tuhan YME, Ung Yang Mang Ang Ong
Ini suara inti sari; ekam evam dwityam Brahman, disebut ONG. Berupa api rwa bhineda Ang, berupa air rwa bineda Ah.
  • dasar mantra antuk tri aksara; Mang Ang Ung 
  • kemulan mantra; Ang Ung Mang 
  • pengastiti widhi dewa bethara; Ung Mang Ang 
  • iki pengeraksa jiwa antuk catur aksara; Mang Ang Ung Ong 
  • pengundang bhuta dengen antuk kahuripan; Ang Ung Ong Mang 
  • pemageh bayu ring raga antuk catur resi; Ung Ong Mang Ang 
  • pangemit bayu antuk catur dewati; Ong Mang Ang Ung
Menurut Lontar Kanda Pat jika manusia dapat menguasai cara penggunaan pangangge sastra atau sastra busana, maka dia dianggap telah menguasai ajaran Durga, dewi kematian yang ada di kuburan.. Seseorang yang mampu mempergunakan wisah, yakni, huruf h, maka orang tersebut akan mampu melakukan aneluh, membencanai orang lain. Bila dia mampu mempergunakan aksara wisah dan taling maka dia dapat melakukan tranjana (ilmu sihir). Kalau dia mampu mempergunakan wisah dan cecek, maka dia akan dapat melaksanakan hanuju, menunjukkan kekuatannya ke suatu sasaran yang tepat.

Seseorang yang dapat memanfaatkan busana sastra wisah, taling, cecek, dan suku sekaligus maka dia dapat menjadi leak. Dia adalah seorang leak ahli bathin yang amat besar.

Dia mampu mengendalikan semua kekuatan negatif atau pangiwa yang ada di dunia ini. Untuk mampu menggunakan aksara pangangge ini yang merupakan gambar dan lambing yang rumit ini perlu ketekunan dan kemauan keras untuk mempelajarinya. Jika salah mempelajarinya maka kekuatan aksara ini akan dapat membahayakan jiwa orang yang mempelajarinya. Tetapi bagi orang yang mampu mempelajarinya dengan baik, maka orang ini dapat mempergunakan kekuatan aksara ini untuk tujuan baik sehingga menjadi balian panengen, untuk menyembuhkan orang sakit akibat terkena sihir balian pangiwa. Untuk mempelajari lebih dalam mengenai aksara pangangge ini dapat dibaca di dalam lontar Tutur Karakah Durakah, Panglukuhan Dasaksara, Tutur Karakah Saraswati, Tutur Bhuwana Mabah, Usada Tiwas Punggung, Usada Netra dan lainnya lagi.

Setiap aksara apalagi setelah digabungkan beberapa aksara sehingga menjadi dasa aksara, panca aksara, catur aksara, tri aksara, dwi aksara, dan eka aksara mempunyai gambar atau lambang sendiri-sendiri dengan kekuatan bayu atau vayu yang dapat dimanfaatkan untuk kebaikan dan kesehjateraan umat manusia. Tetapi ada pula orang yang mempelajari aksara ini dengan tujuan utnuk membuat sakit orang lain, sehingga dia disebut balian pangiwa. Hal ini tentunya tidak dikehendaki oleh umat manusia.

Demikianlah sastra yang ada di alam ini yang berada juga didalam tubuh kita. Jagalah kesucian dan keseimbangan dari hurup suci tersebut. Semoga setelah membaca dan meresapi sastra ini, dunia ini akan menjadi semakin sejahtera.

TUTUR SARINING ADHI PHALA.

Iki panugrahan Bhatara ring Dalem, nga. sarining adhi phala nia, temah, wisya, dusta ring awak ngawe gering salah beda, buduh, kalanan, ampah yusa, kohos ring brana mulya. Yan sira pingit nganggo panugrahan iki, moga sidhi ngucap, akadang Dewa, katwaning jagat kabeh,wenang sira nunas ica ring Dewa, wus mangkana wenang sira nuduh Sang Hyang Panca Maha Bhuta, wenang ngasorang sehananig tenung, sakeluiring mantra, tutur satus cakep alah denia, banten asoroh alah denig ajuman adulang, mangkana uttama nia yan sira ngangge panugrahan iki, nanging sira tan weruh ring kawisesanta,  yan genahang ring umah, Sang Ratuning sarira, dadi pangijeng umah, sedaging pekarangan kaempu denia, nanging elingakna baktinin dening banten ngangken dina rahayu, wenang sira ngangge pangijeng umah, tan kewasa sira kelangkahin, tan keneng wisya, pepasagan, papendeman, acep – acepan, umik – umikan, sakwehig pagawe ala alah denia.
               Malih yan sira astiti bakti ring Ida, wenang gawenang Khayangan, nista nia, Turus lumbung, Madya nia Gedong, Padma Uttama nia, aywa lupa ring bebanten nia, ngangken dina rahayu, dadi sakti kiwa tengen, tan kasoran dening sarwaning sakti, katekanig Desti, Leak, Bebai, pada nembah ring sira, dadi kauttamanig balian. kauttamanig mantra, kauttamaning kamoksan sekala niskala, sira mungguh suwaha, mangkana uttamnig tutur iki.
             Iki kaweruhakna, pewarah Bhatara ring Dalem, duk sira wawu mijil ring madya pada dadi manusa, ana Sang Hyang Tiga Sakti sareng mijil, kairing dening Sang Hyang Panca Maha Bhuta, Ida Sang Hyang Tiga Sakti anerus ring buwana agung, dadi panembahan jagat, malingga ring Pura Dalem, nga. Sang Hyang Sunia Mretta.  Ne malingga rig Pura Puseh, nga, Sang Hyang Yogi Swara. Ne malingga rig Pura Desa, nga, Sang Hyang Manu, Ida Sang Hyang Tiga Sakti tunasin kasidian, reh Ida Sakti sidhi ngucap, Ida punika susupang ring raga, Bhtara Dalem adegang ring Siwadwara, nga, Ayu Mas Rangda. Bhatara Puseh adegang ring uswan, nga, Sang Hyang Nila Sraya, Bhatara ring Desa adegang ring selanig lelata, nga, Sang Hyang Smara Bhawa. Ida sakti ring sarira, tan hana wani ring sira.
           Muang Sang Hyag Panca Maha Bhuta, weruh akna kawisesan nia sowang – sowang, muah pasurupan nia kabeh ring sarira, iki luir nia: Ikang panuwa meraga Yeh Nyom, Dadi Bhuta Putih, dadi Bhuta Anggapati, nga, Sang Sidarasa, madeg patih rig Pura Ulun Swi, nga, I Ratu ngurah Tangkeb Langit. dadi Dewan Tugu, Dewan Badugul, dadi dewan Sedahan Sawah, muah dadi Dewa pangempu Gumi, dadi Dewa Sarwa sato, yan ring raga magenah ring Kulit. pewayangan nia, segara tanpa tepi, aksara nia SANG meraga mretta sanji wani, trebasan nia dadi peluh, wenang nglukat saletehing sarira, sarat mangan, yadyan kena saupedrawaning Pitara, kalukat denia, Pewayangan nia katon kadi langit galang, kadi kukus, kadi damuh kumaretes, Lelaban nia, ketipat dampulan, taluh bekasem, canang pasucian, segehan nasi kepelan putih, iwak bawang jahe tasik ireng. ilmunya  ang ung mang sryiem  mantra ping 5
              Sane paling wayahan, mawak getih, dadi Bhuta Bang, dadi Bhuta Mrajapati, nga, Sang Sidha Sakti, madeg pepatih ring Pura Sada, nga, I Ratu Wayan Teba, dadi Dewan gunung – gunung, Dewan alas, Dewan Marga, Dewan Geluh, yan ring raga Ida magenah ring getih, nga, Tampaking Kuntul angelayang, aksara nia, BANG, meraga mretta kamandalu, trebasan nia dadi bayu, Wisesa nia nyaga satru rahina wengi, anulak sakeluirig dusta durjana, sekaryaning ala wedi denia, pewayangan nia katon kadi geni, kadi gunung, kadi alas, kadi taru mageng, kadi marga lor. Laba nia, ketipat galeng, ulam taluh, canang pasucian, segehan nasi kepelan barak, iwak bawang jahe, tasik ireng. ilmunia  ang ung mang ong tyem  mantra ping 9
            Sane Madenan, mawak ari – ari, dadi Bhuta Kuning, dadi Bhuta Banaspati, nga, Ratu Maskuwanda, madeg pepatih ring Pura Puseh, meparab Ratu Made Jelawung, dadi Dewan karang, Dewan tegal peabianan, dadi Dewan Mala Hening, ring ragane magenah ring daging, nga, Galihing Kangkung, Aksara nia, TANG, meraga mretta kundalini, trebasan nia ring bulu, rambut, wisesa nia nulak sakeluirin upas, wisesa nia, mandi teka tawar denia, pewayangan nia katon kadi tegal, kadi angin, kadi umah, kadi tembok tegeh, lelaban nia, ketipat gangsa, iwak sate gede, canang pasucian, segehan nasi kepelan warna kuning, iwak bawang jahe, tasik ireng. ilmunia ang ung mang sryiem tyem mantra ping 7
           Sane Nyomanan, mawak lamas, dadi Bhuta Ireng, dadi Bhuta Banaspati Raja, nga, Sang Aji putra Putih, madeg pepatih ring Pura Dalem, meparab, Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, Ida sakti tan kena winilang, sakti sekama – kama, Ida dadi Dewan Sema, Dewan Tukad, Dewan pangulun pangkung, dadi dewan Detya Tonya, dadi Dewan Samar, dadi Dewan Taksu, unen – unen, taksu dalang, taksun balian, tenung, saluiring balian sakti, ida ngelancubin, sakti nerus, Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, yan ring raga magenah ring otot, nga, isinan buluh kumbang, aksara nia, ANG, meraga tirta amretta, trebasan nia dadi banyu, Ida wenang ngasorang saluiring mantra uttama. Ida wenang ngawe piolas, ngawe pangedeg, ngawe ujan, manerang, Ida wenang impasin grubug, saluiring panca baya ring sarira, teka tingglar denia, wenang ngawe pangidep ati, wenang ngawe peglantih medagang, maha sakti maya – maya, wenang ngawe koos, ngawe inih, pewayangan nia katon kadi paksi, kadi manusa patuh ring ragane, kadi anak lingsir masaput poleng, kadi sarwa sekar, laba nia ketipat gong, iwak nia taluh bebek maguling, canang pasucian, segehan nasi kepelan ireng, iwak bawang jahe,tasik ireng. ilmunia ang ung mang tyem hem mantra ping 4
          Malih sane pinih ketutan, meraga yeh heningan sarira, dadi Bhuta Manca Warna, nga, Bhuta Tiga Sakti, dadi Bhuta Dengen, madeg pepatih ring Pura Desa, meparab Iratu Ketut Petung, dadi Pagempu anak beling, dadi pangempu rare, dadi pangempu raga, tan sangsaya ring paran –paran, muang dadi sarwa karya, dadi sangging, dadi tukang, dadi pande, yan ring raga magenah ring jajah, nga, Lontar tanpa tulis, Aksara nia, ING. meraga mretta pawitra, trebasan nia dadi rasa, Ida dadi pengasih jagat, wenang ngalahang satru sakti, pewayangan nia katon kadi peken, katon kadi rare, kadi anak luh jegeg, dadi Dewan gumatap gumitip, laba nia ketipat lepet, ketipat nasi pada – pada akelan, ulam taluh bebek, canang pasucian, segehan nasi kepelan brumbun, iwak bawang jahe tasik ireng, ilmunia ang ung eng hem men sryiem ong mantra ping 8
          Pangredanan nia, panugrahan Bhtara ring Dalem.I Ratu Ngurah Tangkeb Langit, I Ratu Wayan Teba, I Ratu Made Jelawung, I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, I Ratu Ketut Petung, aja sira lali asanak ring ulun, apan ingulun tan lali bakti astiti ring sira, lah pada metuta sira maring sunianing adnyana, wehan ulun wara lugraha sakti sidhi ngucap, ong winursita rahasya muka, angamet sarining mretta kesuma namah swaha. 
             Malih hana pangredanan nia liyan. wenang dulurin antuk atur polos. saha pinunase, yan sampun patut upekarane, dadi sidhi sakti sakeluiring tunas, yan sira kurang kasidhian, arad Ida, mangda gelis manyeneng ring raganta, karyaninn ketipat kadi munggah ring arep, dulurin rayunan apajeg kadi katur ring anak agung, ulam bawi, bebek, pada wenang, olah dena sregep, mangda sami becik, maduluran peras ajuman, suci asoroh, daksina, sarwa rantasan, kampuh poleng, tetabuhan genep, arak, tuak, brem, yeh, mangkana krama nia, yan makayun ngadegang kasidhian ring ragane, ayat Ida, Sang Hyang Panca Maha Bhuta muang Ida Bhatara ring Dalem, Puseh, Desa, sami susupang ring raga, mangda sami Ida sweca, ngawijilang iyuse.  Mekadi pangenter kesaktiane, I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan, sareng sameton sami, sane sampun madeg patih, nampihin I Ratu Nyoman.
Iki tatenger nia ring raga.
- yan kerasa gede raganta, muah metu peluh tanpa sangkan, ika cihna nia I Ratu Ngurah Tangkeb  
   Langit malancub ring raganta, sakwehing leteh ring raga ilang de nia.
         - Yan kerasa kebus bahang murub, ika cihna nia I Ratu Wayan Teba melancub ring raganta, sakwehing
            satru muang gering kalukat den nia,
       -  Yan kerasa makesyab awakta, muah mabuah – buah kulit bulunta jering – jering, ika cihna I Ratu
            Made Jelawung melancub ring raganta, sakwehing wisya, upas, lebur den nia.
        - Yan kerasa makleteg tanpa sangkan, ika cihna nia I Ratu Nyoman Sakti Pengadangan melancub ring
           raganta, sakwehing wisya pada ilang den nia.
        - Yan kerasa teteh mangrawos, ika cihna nia I Ratu Ketut Petung melancub ring raganta, sakeluiring 
           satru pada asih den nia, muang sanak raman nia, mangkana kramania sowang – sowang aywa lupa,
           ingeta akna.