Kamis, 23 Januari 2014

DESKRIPSI UMUM INSTITUSI DIKSA



DESKRIPSI UMUM INSTITUSI DIKSA
MAHA WARGA BHUJANGGA WAISNAWA

1. Keputusan Aguron-guron
Sabha Ageng Ke-2 Ida Rsi Bhujangga Waisnawa seluruh Bali dilaksanakan pada hari Minggu, tanggal 18 Pebruari 2007, bertempat di Pura Pauman, Tonja, Jalan Seroja Denpasar. Dihadiri oleh Ida Rsi Bhujangga Waisnawa sajebag Bali, pengurus Kemoncolan Maha Warga Bhujangga Waisnawa (MWBW) Pusat, Kabupaten/Kota dan Kecamatan, calon diksa, angga grya dan undangan. Hasil Sabha Ageng ditetapkan sebagai Keputusan dengan Surat Keputusan Nomor: 01/Sabha Ageng Ke-2/II/2007 Tentang: Keputusan Aguron-guron, meliputi keputusan tentang 1) Sistem Pembinaan Calon Diksa (Aguron-guron); dan 2) Peran Kemoncolan Maha Warga Bhujangga Waisnawa (MWBW) dalam Pediksaan. Seperti yang termuat dalam lampiran buku: “Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Masa Bakti Kepengurusan Moncol Pusat Maha Warga Bhujangga Waisnawa Tahun 2005-2010” dan buku: “Hasil Keputusan Maha Sabha II Maha Warga Bhujangga Waisnawa” yang keduanya diterbitkan oleh Bagian Penerbitan Moncol Pusat MWBW tahun 2010.

Keseluruhan Keputusan Aguron-guron tersebut terdiri dari 9 (sembilan) uraian sebagai berikut:
1. Sesuai dengan ajaran Catur Asrama yang terdiri dari Brahmacarya, Grhasta, Wanaprasta, dan Bhiksuka, pada akhirnya setiap orang Hindu wajib menjalani hidup kepanditaan atau menjadi seorang wiku (sulinggih).
2. Menjadi Wiku atau Rsi, juga sesuai dengan ajaran Catur Purusa Artha, yang terdiri dari Dharma, Artha, Kama, dan akhirnya menuju Moksa. Tingkatan moksa yang berarti minimal “mengutamakan kehidupan spiritual” dan maksimal “penyatuan atman dengan Brahman”, sangat tepat dicapai dengan menjalani hidup kepanditaan atau menjalani laku seorang Rsi.
3. Sabha Ageng II Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Sajebag Bali menganjurkan kepada seluruh warga Bhujangga Waisnawa, khususnya Angga Grya, agar berusaha memenuhi ajaran Catur Asrama dan Catur Purusa Artha tersebut di atas.
4. Dalam rangka memantapkan sistem aguron-guron, Ida Rsi Bhujangga Nabe didampingi oleh 5 (lima) orang Ida Rsi Bhujangga yang bertugas memberikan pembinaan di bidang Tattwa, Susila, dan Upacara.
5. Dalam Sabha Ageng II Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Sajebag Bali telah ditetapkan Pengabih yang bertugas mendampingi Ida Rsi Bhujangga Nabe adalah:
- Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Somia dari Grya Madya Santika, Br. Tengah, Sempidi, Kabupaten Badung.
- Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Oka Widnyana dari Grya Yadnya Sari, Br. Batur, Ubung, Denpasar Utara.
- Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Esti Guru dari Grya Anyar Sari, Sembung, Kabupaten Badung.
- Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Adi Guru dari Grya Batur Sari, Br. Batan Buah, Kesiman, Denpasar Timur.
- Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Loka Nata dari Grya Giri Kusuma, Jl. Badak Sari, Sumerta Kelod, Denpasar.
6. Sesuai dengan tugas yang diberikan Sabha Ageng II Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Sajebag Bali, memutuskan agar Pengurus Moncol Maha Warga Bhujangga Waisnawa (MWBW) Pusat maupun kabupaten/Kota di seluruh Bali, menyelenggarakan pendidikan Calon Pemangku/Pinandita (Guru Mangku) tingkat Dasar dan Lanjutan, serta Pendidikan dan Latihan (diklat) Calon Diksa/Pandita (Ida Rsi Bhujangga Waisnawa).
7. Pendidikan itu hendaklah diikuti, disiapkan secara matang dan dilaksanakan secara berkelanjutan, berpedoman pada sistem Pembinaan Calon Diksa (Aguron-guron).
8. Mengenai kurikulum, silabus, pemilihan tenaga pengajar, serta tempat dan lamanya pendidikan, diserahkan sepenuhnya kepada Pengurus Moncol Maha Warga Bhujangga Waisnawa Pusat.
9. Peran Kemoncolan dalam pediksaan adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan administrasi dan koordinasi diksa pariksa hingga pediksaan
b. Memfasilitasi kegiatan/proses pediksaan
c. Memberi pendamping/pengabih sulinggih

Agar peran tersebut berjalan lancar, maka Kemoncolan Maha Warga Bhujangga Waisnawa Pusat, memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Membantu pendanaan calon diksa/angga grya yang teknisnya dilaksanakan oleh Kemoncolan Kabupaten, Kecamatan dan Dadya untuk menggalang Dana Punia yang tidak mengikat.
2) Sebagai lembaga administrasi secara mandiri, melaksanakan fungsi administrasi dan koordinasi dengan lembaga terkait seperti: Desa Pakraman, PHDI, Pemerintah dan instansi terkait.
3) Sebagai koordinator Darma swaka, mengkoordinasikan pelaksanaan yadnya kasulinggihan, terutama karya Diksa Pariksa, Pediksaan, Ngelinggihang Weda, Mapulang Lingga.

2. Deskripsi Umum Kelembagaan
Penjelasan tentang deskripsi umum kelembagaan mencakup tentang Pendidikan dan Latihan Calon Diksa Maha Warga Bhujangga Waisnawa termuat dalam buku “Proposal Pendidikan Calon Diksa MWBW Tahun 2011”.
Sejak adanya penyempurnaan organisasi sosial keagamaan bagi sameton Maha Warga Bhujangga Waisnawa (MWBW) melalui Mahasabha I tanggal 25 September 2005 yang dilengkapi dengan Pengurus Kemoncolan, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Garis-Garis Besar Program Kerja, baik Pusat/Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan untuk masa 5 (lima) tahun (2005–2010), serta mengemban tugas untuk melaksanakan Keputusan Aguron-guron dari Ida Rsi Bhujangga Waisnawa. Salah satu program kerja Organisasi khususnya program kerja bidang agama dan sosial budaya serta bidang pendidikan, terdapat rencana pelaksanaan kegiatan Pendidikan Kepemangkuan dan Diklat calon Diksa. Kurun waktu 4 (empat) tahun perjalanan organisasi telah melaksanakan 3 (tiga) kali pendidikan dan pelatihan Kepemangkuan dan Sarati melibatkan semeton Maha Warga Bhujangga Waisnawa seluruh Kabupaten/Kota, bahkan semeton di luar Maha Warga Bhujangga Waisnawa.
Berdasarkan data bulan Januari tahun 2010 didapatkan bahwa jumlah Grya Ida Rsi Bhujangga Waisnawa seluruh Bali kurang lebih 150 grya dengan Siwaupakarana lengkap, namun Ida Rsi yang masih aktif sekitar 27 grya. Warga yang menjadi Pemangku/Pinandita kurang lebih 320 KK, yang memerlukan regenerasi secara berkelanjutan. Berdasarkan hasil pendataan, kunjungan, pembinaan pengurus moncol selama 4 (empat) tahun berjalan untuk mengenal lebih dekat gambaran umum Grya Ida Rsi, Grya Pangemong Siwaupakarana, Kondisi Siwaupakarana, dan permahaman kabhujanggaan yang belum optimal oleh para Pemangku, Sarati dan Angga Grya pangemong Siwaupakarana. Kondisi tersebut diatas bukan semata-mata disebabkan oleh kurangnya perhatian sameton, akan tetapi juga tidak dapat dilepaskan dari keadaan masih kurangnya pemahaman akan fungsi dan tugas Pemangku, Sarati dan Angga Grya Pangemong Siwaupakarana Bhujangga Waisnawa di dalam memelihara warisan leluhur Bhujangga Waisnawa (Moncol Pusat MWBW, 2011: 3).
Berdasarkan pemikiran tersebut, demi keseimbangan jasmani dan rohani dan terkait dengan upaya pelaksanaan Keputusan aguron-guron dan pembinaan sameton Maha Warga Bhujangga Waisnawa, serta adanya bantuan dana dari Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama RI, serta sesuai keputusan rapat pengurus Moncol Pusat dan Kabupaten tertanggal 21 Maret 2010, maka Moncol Maha Warga Bhujangga Waisnawa Pusat/Provinsi menyelenggarakan Pendidikan Kepemangkuan Maha Warga Bhujangga Waisnawa tingkat Dasar dan Lanjutan maupun bagi calon diksa. Langkah awalnya dengan membuat perencanaan pendidikan Kepemangkuan dan Diklat Calon Diksa agar memiliki panduan dasar dalam pelaksanaannya.

Deskripsi umum pendidikan dan latihan calon diksa Maha Warga Bhujangga Waisnawa, sebagai berikut:
I. Tujuan Pendidikan
A. Tujuan Umum
Meningkatnya wawasan dan kemampuan Pemangku dan Calon Diksa Maha Warga Bhujangga Waisnawa dalam melaksanakan tugasnya sesuai ajaran Agama Hindu.
B. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti Pendidikan dan pelatihan, setiap peserta diharapkan memiliki :
1. Wawasan dan kemampuan sebagai Pemangku
2. Wawasan dan kemampuan sebagai Calon Diksa
3. Wawasan dan kemampuan sebagai Angga Grya
II. Sasaran
Sasaran dari pendidikan dan pelatihan adalah :
1. Para Pemangku
2. Para Angga Grya
3. Para Calon Diksa
III. Peserta
A. Kriteria
1. Minimal berpendidikan tamat Sekolah Dasar (dapat membaca dan menulis)
2. Disiapkan menjadi Pemangku dan Calon Diksa
3. Bersedia mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai program yang ditetapkan dengan rekomendasi dari kemoncolan.
B. Jumlah
Jumlah peserta Pemangku Lanjutan = 100 orang
Jumlah peserta Calon Diksa = 20 orang
Selanjutnya Peserta ditetapkan melalui Surat Keputusan Moncol MWBW Provinsi/Pusat.
IV. Tutor/Narasumber
1. Sulinggih yang menguasai materi yang diajarkan
2. Ahli Agama/Akademisi
3. Pemangku yang menguasai materi yang diajarkan
4. Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali
5. Parisada Hindu Darma Indonesia Provinsi Bali
6. Tim ahli sesuai bidangnya
7. Walaka sesuai bidangnya
Selanjutnya Narasumber ditetapkan melalui Surat Keputusan Moncol MWBW Provinsi/ Pusat.
V. Penyelenggaraan, ditetapkan melalui Surat Keputusan Moncol MWBW Provinsi/ Pusat.
VI. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan sesuai dengan struktur program, yang dikelompokan menjadi tiga jenjang atau tingkatan antara lain :
1. Tingkat Pemangku Lanjutan : selama 16 hari x 6 jam = 72 jam
2. Tingkat Calon Diksa : selama 16 hari x 6 jam = 72 jam
3. Magang (waktu disesuaikan)
VII. Tempat Pelaksanaan
1. Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan di beberapa tempat, sesuai dengan struktur program antara lain :
1.1 Sekretariat MWBW
1.2 Aula Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali di Renon Denpasar
1.3 Grya Ida Rsi Bhujangga Waisnawa yang ditunjuk
1.4 Pura Kawitan/ Pedharman MWBW
VIII. Struktur Materi Program
Untuk mencapai tujuan pembelajaran, materi pendidikan dan pelatihan disusun dengan struktur program sebagai berikut:
A. Tingkat Pemangku Lanjutan
1. MATERI DASAR
a.Gambaran Umum MWBW
b.Kebijakan Diklat MWBW
c.Building Learning Comitmen ( BLC )
2. MATERI INTI
a.Pangider-ider
b.Dasa Aksara Tatwa
c.Tikes Madya dan Utama
d.Megenta, Mantra, Nyonteng, Putru, Darmagita
e.Wariga Dewasa Nganteb Yadnya
f.Sila Kramaning Mangku
g.Dudonan Upacara/ Upakara
h.Rerajahan, Makarya Dasar dan Panca Datu
i.Mapepada, Macaru, Marga Gemana
j.Nyangih, makuh, nyiramang layon
3. MATERI PENUNJANG
a.Etika, Moral
b.Komunikasi/Darmawacana
B. Calon Diksa
1. MATERI DASAR
a.Gambaran Umum MWBW
b.Kebijakan Diklat MWBW
c.Building Learning Comitmen ( BLC )
2.MATERI INTI
a.Weda,Upanisad dan Dharsana
b.Itihasa,Bhagawadgita dan Purana
c.Tantrayana dan Pujastuti
d.Tattwa, Susila dan Acara
e.Sastra Bali
f.Bahasa Kawi
g.Bahasa Sansekerta
h.Wariga
i.Argha Patra dan Suryasewana
3.MATERI PENUNJANG
a.Etika, Moral (sasana)
b.Komunikasi/Darmawacana
IX. Garis-garis besar program pembelajaran
Disusun sesuai dengan tingkat dan struktur program yang ditetapkan berupa silabus, terdiri dari :
A. Tingkat Pemangku Lanjutan
1.MATERI DASAR
a.Tata cara pelaksanaan upacara
b.Arti dan makna upacara
c.Praktik pendalaman tentang banten, kaitan dengan mantra, upacara
2.MATERI INTI
a.Praktik Dewa Yadnya, Jenis Puja Wali, Banten, Mantra
b.Praktik Basa Bali, Kruna Lingga dan Pengangge Sastra
c.Praktik menjadi Guru acarya, Praktik memberi pemahaman agama
d.Praktik Buta Yadnya, Jenis, Banten, cara pelaksanaan, mantra dan maknanya
e.Praktik Manusa yadnya; Upacara dari hamil, lahir sampai pewintenan
f.Praktik Pitra Yadnya; praktik pitra yadnya, sebatas kewenangan
3.MATERI PENUNJANG
a.Etika, Moral sehari-hari (swadharmaning pemangku)
b.Komunikasi/Dharmawacana
d.Pre dan Post tes
C. Calon Diksa
1.MATERI DASAR
a.Gambaran Umum MWBW; struktur organisasi, fungsi dan peran
b.Kebijakan Diklat MWBW; pelaksanaan program
c.Building Learning Comitmen ( BLC )
2.MATERI INTI
a.Weda, Upanisad dan Dharsan; pengenalan isi
b.Itihasa, Bhagawadgita dan Purana; pengenalan isi
c.Tantrayana dan Pujastuti; pengenalan isi
d.Tattwa, Susila dan Acara; pembahasan materi dan praktik
e.Sastra Bali; praktik rerajahan, ulap-ulap, kajang
f.Bahasa Kawi; pemahaman tentang isi lontar dan penggunaan lain
g.Bahasa Sansekerta; penggunaan dalam puja mantra
h.Wariga; nibakang padewasaan
i.Argha Patra dan Suryasewana; pengenalan dan praktik
3.MATERI PENUNJANG
a.Etika, Moral (sasana kawikon)
b.Komunikasi/Dharmawacana
X. Jadwal
Jadwal pendidikan dan pelatihan mengikuti jenjang/tingkat sesuai dengan struktur program.
XI. Evaluasi
Untuk mendapatkan kualitas pembelajaran sesuai program, maka dilaksanakan evaluasi awal dan akhir, yang terdiri dari evaluasi terhadap :
A. Peserta, meliputi :
1. Pre test
2. Post test
B. Narasumber/Fasilitator, meliputi :
1. Penguasaan materi
2. Kemampuan menyampaikan
3. Ketepatan waktu
C. Penyelenggaraan, meliputi :
1. Kenyamanan ruang kelas
2. Penyediaan alat bantu belajar
3. Penyediaan dan pelayanan bahan ajar
XIV. Sertifikasi
Berdasarkan Surat keputusan bersama antara Moncol Maha Warga Bhujangga Waisnawa dengan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali, Parisada Hindu Darma Indonesia Provinsi Bali dan dukungan dari Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, bagi peserta yang telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan dan dinyatakan lulus akan memperoleh sertifikat sesuai jenjang/tingkat.
Program kerja kemoncolan MWBW dalam bidang pendidikan sebagai penjabaran Keputusan aguron-guron yang telah diputuskan dalam sabha ageng, telah disikapi dengan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi calon diksa. Usaha tersebut sebagai bagian dari susastra Hindu yang menegaskan kewajiban sulinggih untuk menambah beberapa kelompok pengetahuan yang perlu dikuasainya, seperti yang termuat dalam Lontar Aji Purwa Bhasila Krama (Suhardana, 2008: 6-7).
Lontar Aji Purwa Bhasila Krama lp. 5a:
”Den kawruhhakena sarasaning aji kabeh; lwirnya ikang yogya kawruhkane denta, sanaking wariga, sanaking agama tekeng sasananya, muwah sanak usadhi, sanaking kosali kosali tekeng sasananya, sanak asta dasa parwa tekeng manutatwa, muwah parwa bhasitanya kabeh, lwirnya krakah, griguh, durdakah, tekeng krtabhasita, ekalawya, kawijanaki, saha dasanama, muwah sanaking tatwa rencana, muwah sanaking tatwadhyatmika, maka sahaya wijnana pragiwaka, ya tika yogya pangawruha kabeh.
Terjemahannya:
Hendaknya diketahui makna segala pengetahuan, jenis pengetahuan yang patut diketahui, kelompok wariga, kelompok agama sampai dengan tata tertib, kelompok usadha, kelompok kosala kosali, kelompok asta dasa parwa sampai dengan manutatwa beserta asal usul kata seperti krakah, griguh dan durdakah serta tata bahasa seperti ekalawya, kawi janaki dan dasanama yang dilengkapi tatwa rencana dan kelompok tatwadyatmika sebagai penyerta bagi wijnana dan pragiwaka, yang secara keseluruhan patut diketahui (Suata, 2001: 27-28).

Dalam Lontar Aji Purwa Bhasila Krama di atas sebagai salah satu susastra Hindu menekankan tentang pentingnya seorang sulinggih untuk menguasai ajaran agama, terutama dalam beberapa hal yang langsung terkait dengan fungsi sulinggih dalam ngaloka pala sraya dan sang adi guru loka. Sulinggih diharapkan mampu memberikan pencerahan kepada umat, menjawab pertanyaan umat dan memberikan solusi berdasarkan ajaran agama Hindu. Persiapan menuju penguasaan bidang tersebut sudah semestinya dipersiapankan saat masih walaka, terutama sesudah ekajati, dengan secara intensif belajar dan praktik di lapangan sebagai seorang calon diksa. Baik langsung ketika melayani umat dalam kapasitas sebagai pemangku dalam melaksanakan swadharma di lingkungannya maupun saat magang atau aguron-guron sebagai pengiring Ida Rsi Bhujangga Waisnawa.
Untuk memperkuat pemahaman dan wawasan, maka sudah sepatutnya sejak dini membaca teks-teks dasar yang mengulas tentang kasulinggihan antara lain: Lontar Arghapatra atau Wedaparikrama tentang teknik Surya Sevana, Lontar Siwa sasana, tentang etika sulinggih, Lontar Kramaning Dadi Wiku, tentang etika, tugas, kewajiban sulinggih, Lontar Krama Madiksa, tentang persyaratan Madiksa, Lontar Wrhaspati Tattwa, tentang filsafat Siwa (Hyang Widhi), Lontar Ganapati Tattwa, tentang filsafat Atma,Lontar Wrhaspati Kalpa, tentang filsafat sulinggih, Lontar Bhuwanakosa, tentang filsafat manusia, Bhagawadgita, tentang filsafat Hyang Widhi, tugas, dan kewajiban manusia serta pedoman kehidupan manusia, Sarasamuccaya, tentang filsafat kehidupan manusia, , tentang teknik Surya Sevana, Yoga Kundalini, tentang petunjuk “Ngili Atma” bagi sulinggih, Manawa Dharmasastra, tentang hukum (kasulinggihan dan kemanusiaan), Parasara Dharmasastra, tentang aturan penyucian bagi sulinggih, Lontar Eka Pratama, tentang pembagian tugas/ kelompok sulinggih, Lontar Bhuwana Mahbah dan banyak lagi lontar yang lain.
Disamping itu hal pokok yang wajib diketahui adalah ilmu tentang ketuhanan atau teologi, secara eksplisit maupun implisit dapat dipelajari dalam kitab-kitab Upanisad, Darsana, Tutur Tattwa seperti, Bhuana Kosa, Wrhaspati Tattwa, Jnana Siddhanta, Tattwa Jnana, Sanghyang Maha Jnana dan sebagainya. Sebagai ilmu bantu yang wajib pula dikuasai adalah Wedangga, yang terdiri dari : Siksa (ilmu fonetik Sanskerta), Wyakarana (Ilmu tata bahasa Sanskerta), Chanda (aturan-aturan tentang lagu terkait dengan pembacaan mantra atau stuti), Nirukta (ilmu yang mempelajari arti kata, penting dalam rangka penterjemahan), Jyotisa (Ilmu perbintangan atau di Bali dikenal dengan Wariga, penting dalam menentukan hari baik atau subha divasa), Kalpa (Ilmu yang membahas tentang Upacara, di Bali dikenal dengan Mpu Lutuk). Pengetahuan lain yang perlu juga mendapatkan perhatian adalah Upaweda yang terdiri dari; Ayur Weda (Ilmu kesehatan dan pengobatan menurut Weda atau di Bali dikenal dengan Usadha), Dhanur Weda (Ilmu militer dan persenjtaan atau Tosan Aji), Gandharwa Weda (Ilmu tentang seni; suara, musik dan tari), Artha sastra (Ilmu politik dan pemerintahan) dan lainnya.
Kemampuan teknis bagi calon diksa yang didasari ilmu agama menjadi penting dipersiapkan sejak awal dengan belajar melalui sastra yang termuat dalam tulisan di buku, lontar dan media lain, serta membandingkan dengan pelaksanaan yang dilakukan di masyarakat. Materi pendidikan dan latihan di dalam ruangan (di kelas) baik berupa pendidikan dasar ilmu agama maupun praktik kasulinggihan adalah sebagai langkah awal pembelajaran, karena bahan dan waktu yang relatif terbatas. Diharapkan calon diksa memiliki kemauan untuk belajar secara mandiri, mencari tambahan ilmu pendukung melalui jalur formal di perguruan tinggi agama ataupun secara non formal dengan belajar sendiri melalui membaca, mendengar, menyanyikan (gita), mengamati dan cara lainnya.

Sumber:
Sebagian dari Bab IV, Tesis S2 IHDN Ngurah Pratama Citra, M.Fil.H, Tahun 2011.
....................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar