Jumat, 24 Januari 2014

SENI RUPA INDONESIA MASA REVOLUSI KEMERDEKAAN 1945-1949



Kelompok          :
1.     Nama     :  Gede Wisnu Sudarta
Nim        :  201104007
Jurusan  :  Seni Rupa Murni ( Lukis )
2
RANGKUMAN
POKOK BAHASAN IX
SENI RUPA INDONESIA MASA REVOLUSI KEMERDEKAAN 1945-1949
Setelah Kemerdekaan  17 Agustus 1945 tidak ada ketentraman di Jakarta setelah diproklamasikan kemerdekaan RI, oleh Bapak Soekarno – Hatta. Tentara sekutu datang (Inggris  dan Belanda) ingin menduduki Indonesia kembali. Dalam sejarah Indonesia selama 1945—1949 dimulai dengan masuknya Sekutu diboncengi oleh Belanda (NICA) ke berbagai wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan diakhiri dengan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Terdapat banyak sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi kabinet, Aksi Polisionil oleh Belanda, berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya.
Kantor pemerintahan Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Yogyakarta dijadikan pusat pemerintahan sementara Indonesia. Karena situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan ibukota. Meninggalkan Sutan Syahrir dan kelompok yang pro-negosiasi dengan Belanda di Jakarta.
Pemindahan ke Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan kereta api, yang disebut dengan singkatan KLB (Kereta Luar Biasa). Orang lantas berasumsi bahwa rangkaian kereta api yang digunakan adalah rangkaian yang terdiri dari gerbong-gerbong luar biasa. Padahal yang luar biasa adalah jadwal perjalanannya, yang diselenggarakan di luar jadwal yang ada, karena kereta dengan perjalanan luar biasa ini, mengangkut Presiden beserta Wakil Presiden, dengan keluarga dan staf, gerbong-gerbongnya dipilihkan yang istimewa, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA) untuk VVIP.
Yogyakarta dijadikan Ibu Kota RI dari 1945-1949. Meski demikian, Yogyakarta tetap saja dapat ditakhlukkan oleh Belanda dan sekaligus menangkap para pemimpin tinggi negara, seperti Soekarno dan M. Hatta. Bersamaan dengan tertangkapnya para pemimpin tinggi negara tersebut, tentara (dan juga laskar rakyat tentu saja), menyingkir dari kota menuju pedesaan, untuk menyusun strategi serta melancarkan perang gerilya. Yogyakarta pada kurun waktu tahun 1945-1949, berada dalam kondisi yang relatif tidak kondusif keamanannya akibat dari konflik bersenjata antara Indonesia dengan Belanda. Meskipun demikian, kegiatan hiburan dikota ini tetap berlangsung semarak.
Teater dan seni pertunjukan misalanya, tetap melakukan pertunjukan di kota-kota yang dikuasai Belanda. Di kota yang diduduki republik pun, kegiatan yang bersifat hiburan juga berjalan. Sementara di daerah pedesaan yang merupakan basis perlawanan rakyat melawan Belanda, kegiatan teater juga berjalan dalam jalur rakyat total.

Dari th 1945 -1949 Indonesia memperjuangkan pengakuan kemerdekaan di PBB. Maka dari th 1945 -1949 terjadi revolusi fisik kemerdekaan. Sementara peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan Australia dan India, mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 Agustus 1947, dan segera setelah itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yang terdiri dari wakil-wakil Australia, Belgia dan Amerika Serikat, untuk menengahi perselisihan itu .
Tanggal 17 Januari 1948 berlangsung konferensi di atas kapal perang Amerika Serikat, Renville, ternyata menghasilkan persetujuan lain, yang bisa diterima oleh yang kedua belah pihak yang berselisih. Akan terjadi perdamaian yang mempersiapkan berdirinya zone demiliterisasi Indonesia Serikat akan didirikan, tetapi atas garis yang berbeda dari persetujuan Linggarjati, karena plebisit akan diadakan untuk menentukan apakah berbagai kelompok di pulau-pulau besar ingin bergabung dengan Republik atau beberapa bagian dari federasi yang direncanakan Kedaulatan Belanda akan tetap atas Indonesia sampai diserahkan pada Indonesia Serikat.
Pada tanggal 19 Januari ditandatangani persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan Linggarjati : hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Jogja dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa -Banten tetap daerah Republik Plebisit akan diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer. Perdana menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani agar Belanda tidak "menimbulkan rasa benci Amerika".
Sedikit banyak, ini merupakan ulangan dari apa yang terjadi selama dan sesudah perundingan Linggarjati. Seperti melalui persetujuan Linggarjati, melalui perundingan Renville, Soekarno dan Hatta dijadikan lambang kemerdekaan Indonesia dan persatuan Yogyakarta hidup lebih lama, jantung Republik terus berdenyut. Ini kembali merupakan inti keuntungan Seperti sesudah persetujuan Linggarjati, pribadi lain yang jauh dari pusat kembali diidentifikasi dengan persetujuan -dulu Perdana Menteri Sjahrir, kini Perdana Menteri Amir- yang dianggap langsung bertanggung jawab jika sesuatu salah atau dianggap salah.
Th 1949 Indonesia mulai diakui oleh dunia Internasional sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949. Yang menghasilkan kesepakatan:
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, selang empat tahun setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Pengakuan ini dilakukan ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam. Di Belanda selama ini juga ada kekhawatiran bahwa mengakui Indonesia merdeka pada tahun 1945 sama saja mengakui tindakan politionele acties (Aksi Polisionil) pada 1945-1949 adalah ilegal.
Perjuangan Seniman pada revolusi fisik kemerdekaan RI. Masa revolusi fisik yang terjadi tahun 1945-1949, hampir diseluruh kota-kota di Indonesia hingga pedesaan, rakyatnya melakukan gerakan mengangkat senjata untuk mengusir Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia pasca menyerahnya Jepang terhadap sekutu. Kota-kota yang bergejolak antara lain, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, hingga Yogyakarta.
Para seniman terkemuka dari Jakarta dan Bandung turut pindah ke Yogyakarta dan berjuang melalui karya seni. Disini, Yogyakarta memiliki posisi yang penting dibandingkan dengan daerah yang lain. Hal ini disebabkan adanya keputusan dari rapat kabinet pada tanggal 3 Januari 1946, yang isinya memindahkan kekuasaan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Yogyakarta pada karena keadaan di Jakarta semakin mengkhawatirkan.
Meski demikian, Yogyakarta tetap saja dapat ditakhlukkan oleh Belanda dan sekaligus menangkap para pemimpin tinggi negara, seperti Soekarno dan M. Hatta. Bersamaan dengan tertangkapnya para pemimpin tinggi negara tersebut, tentara (dan juga laskar rakyat tentu saja), menyingkir dari kota menuju pedesaan, untuk menyusun strategi serta melancarkan perang gerilya.
Meskipun sedang dalam masa peperangan, tampaknya suasana di dalam kota Yogyakarta sendiri cukup masih bisa digunakan untuk menyelenggarakan pertunjukan hiburan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya acara-acara hiburan yang digelar di berbagai tempat di Yogyakarta, mulai dari tempat yang tertutup hingga tempat yang terbuka. Bahkan acara hiburan tersebuit kebanyakan dimulai pada malam hari.
Pada tempat tertutup, dapat ditemukan beberapa pertunjukan hiburan yang digelar di gedung. Sementara itu di tempat terbuka, banyak sekali acara hiburan yang diadakan di alun-alun utara kota Yogyakarta.
Th. 1945 telah ada perkumulan seni lukis di Yogyakarta dengan nama Pusat Tenaga Pelukis Indonesia disingkat PTPI. Ketua Djajangasmoro dan Anggotanya Sindusisworo, Indrosughondo. Kegiatannya mengadakan kursus menggambar serta pembuatan poster.
Th. 1945 di Surakarta berdiri Himpunan Budaya Surakarta dengan ketua Dr. Moerdowo
Th. 1946 di Medan berdiri perkumpulan seni “Angkatan Seni Rupa Indonesia” yang disingkat ASRI  Ketuanya Dr. Djulham, anggotanya Nasjah Djamin, Hasan Djafar, Tino. S.
Th. 1946 di Bukittinggi berdiri Seniman Indonesia Muda yang disingkat SEMI dengan Ketua Zetka, dan anggota A.A. Navis, Zanain.
Th. 1946 berdiri sanggar Seniman masyarakat yang dipimpin oleh Afandi
Tidak lama kemudian namanya diganti menjadi Seniman Indonesia Muda  (SIM) dengan pergantian pimpinan oleh S. Sudjojono.
Kegiatan yang dilakukan dengan mengadakan latihan melukis bersama, Pameran bersama dilaksanakan sewaktu-waktu dalam sanggar.
Anggotanya  : Afandi, Hendra, Soedarso, Trubus, Dullah, Kartono Yudhokusuma, Bazuki Resobowo,m Rusli, Harijadi, Surumo, Surono, Abdul Salam, D. Joes, dan Zaini.
Th. 1947 sebagian anggota SIM dengan ketua S. Sudjojono pindah ke Surakarta.
Th. 1948 Anggota SIM kembali lagi dari Surakarta ke Yogyakarta dengan membawa anggota baru seperti Trisno Sumardjo, Oesman Efendi, Sasongko, Suparto, Mardian, Wakijan, dan Srihadi.
Th. 1948 diterbitkan sebuah majalah seni rupa dengan nama Prolet Kult
Th. 1947 berdiri perkumpulan seni rupa dengan nama Pelukis Rakyat.
Anggotanya sebagain dari anggota SIM seperti Afandi, Hendra,
Soedarso, Sudiardjo, Trubus, dan Sasongko, serta ditambah anggota baru Kusnadi, S. Kerton, Rustamadji, Sumitro, Sajono, Saptoto, CJ. Ali, Juski, Permadi.
Th. 1948 melaksanakan pemeran  pertama untuk seni patung Indonesia
Pameran diselenggarakan di Pendopo timur Sonobudojo Yogyakarta.
Karya patung yang dipamerkan dibuat dari bahan tanah liat dan sebagain dari bahan batu (Hendra, Trubus dan Rustamadji)
Kegiatan lain mendidik seni lukis anak-anak di Sentulredjo dan Taman           sari dengan media cat minyak bubuk diatas kertas.
Th. 1947 kembali berdiri perkumpulan seni lukis Pelangi diketuai oleh Sularko.
Pada th. 1948 terselenggara Kongres Kebudayaan Pertama yang ketuai oleh Wongsonegoro, dan di selenggarakan pula saat itu pameran seni lukis oleh sanggar SIM dan Pelukis Rakyat.
Th. 1948 R.j. Katamsi bersama Djajengasmoro mendirikan Sekolah Menengah Guru Gambar di Yogyakarta.
Th. 1948 didirikan perkumpulan Gabungan Pelukis Indonseia di Jakarta oleh Afandi setelah kembali dari Yogyakarta. Dengan anggota Nasjah Djamin, Handriyo, Zaini, Sjahri, Nashar, Oesman Efendi, Trisno Sumardjo.
Selain itu di Bandung berdiri perkumpulan seni Jiwa Mukti dengan ketua Barli, dan Pancaran Cipta Rasa oleh Abedy.
Di Madium beriri kumpulan Gabungan Pelukis Muda dengan Ketua Kartono, anggota Sudiyono Sunindyo, Ismono.
Di Malang Pelukis Muda Malang dengan ketua Widagdo.
Di Surabaya Prabangkara dengan ketua Karyono Yr.
Situasi dalam th. 1945-1949
Hubungan dengan luar negeri terisolir.
Seniman susah mencarai bahan untuk melukis
Kanvas dibuat dari kain blacu dilapisi kanji
Bahan lain untuk melukis adalah kertas
Warna sangat langka dan sering warna satu tube dibagi.
Banyak lukisan memiliki warna-warna yang minimal dalam kombinasinya.
Keadaan yang kekurangan ini telah memberikan efek yang khas pada seni lukis pada masa itu
Mencerminkan jauh dari kemewahan
Mewakili rasa dan iklim perjuangan untuk mengatasi situasi.
Melahirkan sifat kehematan, hal ini  tercermin dari minimnya kombinasi warna yang terdapat dalam lukisan saat itu.
Tema yang diangkat mencatat situasi kehidupan rakyat yang sulit
Mengabadikan berbagai perjuangan fisik melawan tantara Belanda melalui sketsa
Banyak dilukis potret diri untuk menghemat biaya untuk sewa model, bentuk studi yang baik tentang wajah dengan ekspresi perwatakannya
Melukis alam benda sering menjadi tema saat itu.
Melukis hidangan di piring yang terdiri dari nasi dan ikan asin sebagai pernyataan prihatin.
Istri pelukis sendiri sering diminta sebagai model di sanggar.
Gaya seni lukis saat itu berkisar realime, impresionisme, dan exspresionisme dengan warna-warna yang mengesankan dekoratif.
Seniman Masa Perjuangan Revolusi Fisik Kemerdekaan RI
1.     Hendra (1918 )
Jaman kesanggaran 1945-1949 menggunakan teknik melukis secara langsung sebagai dasar melukis realis
Seketsa dengan plototan merupakan teknik dasar dalam membuat bentuk global pada karyanya.
Situasi yang mengharukan tentang kehidupan kemnusiaan merupakan perhatian utama bagi Hendra dalam menangkap obyek.
Warna-warna yang meriah dekoratif sebagai ciri dalam karyanya.
Memiliki sifat humor yang ditampilkan melalui figur-figur manusia pada karyanya.
Hendra memiliki ciri khas dalam penampilan proporsi figur manusia rata-rata kepanjangan (mulai tahun 50-an)
Lukisannya berjudul : Menjaga Kehendak Rakyat, Pengantin Revolusi,
2.     Zaini (1924-1977)
Melukis alam benda potret dengan teknis akademis dari Bazuki Abdullah
Th. 1946-1948 mendalami seni lukis bebas dalam sanggar SIM
Th 1948-1960 kembali dari yogyakarta melukis dengan menggunakan berbagai media
Sejak th 1960 an mulai penjelajahan barunya dalam monoprint atau monotype
Lukisannya  berjudul : Burung,  Menatap Masa depan, 1948
3.     Suparto 1929
Mulai mendalami seni lukis sejak th 1947 pada sanggar SIM di Sala Sumatra Barat.
Th 1950 pindah ke Jakarta bertemu dengan pelukis SIM dari Yogyakarta
Lukisannya berjudul : Buah
4.     Rusli 1916
Th 1932-1938 belajar seni lukis di Universitas Kala Bhavana Santinitekan India
Th. 1946 setelah berdiri Seniamn Masyarakat, Seniman Indonesia Muda, baru menjadi anggota SIM.
Setelah berdiri ASRI Yogyakarta ikut menjdi tenaga pengajar.
 Karyanya lebih bersifat sketsa sebagai ciri khasnya
Lukisannya berjudul : Sebelum upacara di Bali,
====Selesai=====







Tidak ada komentar:

Posting Komentar